Nama-nama yang pernah singgah di Bumi Pertiwi
Sebelum sebutan Indonesia resmi menjadi
nama kepulauan tanah air kita, berbagai nama pernah singgah dalam
kepulauan Tanah Air kita. Dalam catatan diare fahian tahun 414 M,
perantau bangsa tionghoa yang pertama kali datang kepulau ini : Bahwa
asal-usulnya nama pulau jawa itu dari syairnya Ramayana, seorang Hindu
(pujangga Rakawi Walmiki) dalam bahasa sansekerta yang telah hidup
antara 300 SM dimana antara lain dalam syair itu telah menguraikan “Jawa
Dwipa“, yang artinya : Jawa = pahala, dan Dwipa =
pulau, sehingga Jawa Dwipa yang telah menjadi namanya pulau adalah
membawa arti “pulau dari pahala” atau “pulau jasa“. Kemudian karena
penyebutan ini Jawa Dwipa menjadi nama kepulauan Tanah Air kita. Dalam
catatan perpustakaan India kuno kepulauan ini dinamai “Dwipantara“
dalam bahasa sansekerta Dwipa = pulau, dan antara = seberang/luar.
Kemudian disalin dalam bahasa Majapahit menjadi “Nusantara”.
Nusantara dikenal oleh para pedagang dari India, Arab, Persi dan Cina
dengan sebutan Swarnadwipa (sansekerta) yang berarti “pulau emas” dan
Sarondiba, Jaza ir al-Jawi (Arab).
Nusantara kemudian menjadi nama resmi
kepulauan Negara kita pada masa kerajaan Majapahit (1292-1478) namun
berabad-abad selanjutnya nama Nusantara tenggelam seiring runtuhnya
kerajaan Majapahit, barulah pada tahun 1920-an seorang berkebangsaan
Belanda yang bernama Ernest Francois Eugene Douwes Dekker yang dalam
sejarah sebagai Dr. Setiabudi (1878-1950) salah seorang cucu adik
Multatuli, memperkenalkan nama “Nusantara”.
Nusantara semula bermakna kepulauan
seberang/luar yang digunakan untuk menyebut pulau-pulau di luar jawa,
dalam sumpahnya Gajah Mada dihadapan pertemuan agung di pendopo
Majapahit yang dikenal dengan sumpah palapa “laman huwus kala Nusantara,
isun amukti palapa” yang bermakna jika telah kalah pulau-pulau
seberang (karena pada saat itu kerajaan Majapahit hanya
meliputi Jawa Timur dan Jawa Tengah saja) saya menikmati palapa
(istirahat).
Secara historis, kepulauan yang bermakna
kepulauan seberang oleh Dr. Setiabudi diberi pengertian nasionalistis
dengan mengambil kata melayu asli “antara” maka Nusantara kini memiliki
arti yang baru yaitu “nusa diantara dua benua dan samudera” sehingga
Jawa pun termasuk dalam definisi Nusantara modern. Dr. Setiabudi
mengambil nama Nusantara dari kitab Pararaton yaitu, kitab yang membahas
sejarah para ratu Singosari hingga runtuhnya Majapahit (Naskah kuno
zaman Majapahit tersebut ditemukan di Bali akhir abad-19, diterjemahkan
J. LA Brandes dan diterbitkan oleh Nicholaas Johannes Krom pada tahun
1920). Kemudian karena tahu asal-usul nama Nusantara adalah sebutan bumi
pertiwi dulu dan tidak mengandung kata “India” maka dengan cepat
menjadi populer dalam tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan untuk digunakan
sebagai pengganti nama Hindia Belanda (Nederlandsch-Indie).
Sebelum nama Nusantara populer dimasa
pergerakan kemerdekaan Indonesia, pernah seorang pujangga asal Belanda
yang bernama Eduard Douwes Dekker (1820-1887) dengan nama samaran Multatuli
menamakan Tanah Air kita “Insulinde” (kepulauan Hindia) (latin
insula = pulau) dalam bukunya MAX HAVELOR tahun 1860, kemudian
dipopulerkan oleh prof. P.J. Veth. Alasan multatuli memberi nama
Insulinde karena jijik mendengar nama Nederlandsch Indie (Hindia
Belanda) yang diberikan oleh Belanda. Beliau juga menggambarkan bahwa
kepulauan Negara kita laksana sabuk yang melingkari garis katulistiwa
ditretes intan jamrud.
Nama Indonesia Mulai Muncul
Banyak dari bangsa-bangsa Eropa yang
awam dengan benua Asia selalu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari
Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Menurut mereka daerah yang terbentang
luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia, Semenanjung
Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka”, dan dataran Asia Tenggara
dinamakan “Hindia Belakang” sedangkan kepulauan Tanah Air kita
memperoleh nama kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago,
Archipel Indian), pada zaman Belanda nama resminya adalah Nederlandch
Indie (Hindia Belanda).
Nama Hindia asal mulanya buatan
Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah berkebangsaan Yunani (484-525SM)
yang dikenal sebagai bapak ilmu sejarah. Adapun nama Hindia ini baru
digunakan untuk kepulauan ini oleh Polemeus (100-178) seorang ahli ilmu
bumi terkenal, dan nama Hindia ini menjadi terkenal sesudah bangsa
portugis dibawah pimpinan: Vasco da Gama mendapati kepulauan ini dengan
menyusuri sungai Indus.
Kemudian pada tahun 1847 terbitlah
sebuah majalah tahunan di Singapura dengan nama JOURNAL OF INDIAN
ARCHIPELAGO AND EASTERN ASIA (JIAEA), dikelola oleh James Richardson
Logan (1819-1869) seorang lulusan sarjana Edinburg (Inggris). Tahun 1849
George Samuel Windsor Earl (1813-1865) yang berasal dari Inggris pun
menggabungkan diri sebagai redaksi Majalah JIAEA.
Dalam artikelnya Earl di majalah JIAEA
volume 4 tahun 1850 menyatakan pendapatnya bahwa sudah tiba waktunya
untuk rakyat di kepulauan melayu memiliki nama khusus (a distinctive
name) sebab nama Hindia tidaklah cocok dan sering mengundang kebingungan
dengan sebutan India yang lain. Dalam judul artikelnya “Embracing
Enquiries Into The Continental Relations of the Indo-pacific Islanders”,
Earl menamakan penduduk India Belanda bagian barat yang berasal dari
Proto-Melayu (melayu tua) dan Neutero-Melayu (melayu muda) sebagai
INDUNESIANS dan Earl memilih nama untuk wilayah kepulauan Negara kita
dengan sebutan MELAYUNESIA (kepulauan melayu) daripada INDUNESIANS sebab
MELAYUNESIANS sangat tepat untuk ras Melayu, apalagi bahasa melayu
banyak digunakan diseluruh kepulauan Negara kita.
James Richardson Logan tidak sependapat
dengan Windson Earl, beliau menulis artikelnya dalam majalah JIAEA
volume 4 hal 252-347 dengan judul “THE ETHNOLOGY OF THE INDIAN
ARCHIPELAGO” yang membahas tentang nama bagi kepulauan Negara kita yang
oleh Belanda dan bangsa Eropa disebut “Indian Archipelago” yang menurut
Logan sangat panjang dan membingungkan.
Melalui tulisan Logan tersebut untuk
pertama kalinya nama Indonesia muncul di dunia Internasional “Mr. Earl
Sugests the Ethnographical term Indonesia, but rejects in favaour of
Malayunesian, I prefer the purely geographical term Indonesian, which is
merely a shorter synonym for the Indian Island or the Indian
Archipelago”. Selanjutnya Logan secara aktif dalam setiap karya-karya
tulisannya selalu memakai nama Indonesia sehingga banyak dari kalangan
ilmuwan bidang Ethnology dan Geografi yang mengikuti pendapat Logan
menyebut “Indonesia” pada kepulauan kita.
Logan memungut nama Indonesia yang
dibuang oleh Earl, dan huruf U (INDUNESIA) digantinya dengan huruf O
agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah sebutan INDONESIA sampai
sekarang. Earl sendiri tidak suka memakai istilah “INDONESIA” dengan
alasan bahwa INDUNESIA (kepulauan Indonesia) bisa juga digunakan untuk
wilayah Ceylon (Srilanka) dan Maldevies (Maladewa). Earl mengajukan dua
pilihan nama Indonesia atau Melayunesia pada halaman 71, artikelnya itu
tertulis “…..the in habitants of the Indian Archipelago or Malayan
Archipelago Would become respectively Indonesia or Malayunesians”.
majalah JIAEA volume 4 tahun 1850, judul artikel “On the leading characteristict of the Papuan, Australian and malay-polynesian nations”
Seorang guru besar bidang ethnology
universitas berlin yaitu Adolf Bastian. Mempopulerkan nama “Indonesia”
dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Indonesia Ordeer Die
Inseln Des Malaysichien Archipel” sebanyak lima volume. Isi dari
buku-buku tersebut membahas penelitiannya ketika pengembaraannya ke
Tanah Air kita, pada tahun 1864-1880.
Melalui buku bastian tersebut nama
Indonesia semakin populer dikalangan sarjana, hingga pernah muncul suatu
pendapat bahwa Adolf Bastian adalah pencipta nama Indonesia, pendapat
yang keliru tersebut tercantum dalam “Encyclopedie Van Nederland-Indie”,
tahun 1918 bahkan di Indonesia dimasukkan dalam buku sejarah kebangsaan
jilid I untuk SLTP dan yang sederajat, penerbit Asia Afrika tahun 1969.
Selain Adolf Bastian prof. Van Vollen
Hoven (1917) juga mempopulerkan nama “Indonesia” sebagai ganti Indisch
(India) begitu juga istilah Inlander (pribumi) diganti sebutan
“Indonesier” (orang Indonesia).
Nama Indonesia Menjadi Makna Politik
Sejak tahun 1850-1884 nama Indonesia
telah dikenal dalam ilmu pengetahuan Indonesia. Nama Indonesia yang
semula adalah istilah ilmiah dalam ethnology kemudian diambil oleh para
pemimpin pergerakan nasional, sehingga istilah Indonesia berubah menjadi
makna politis. Karena istilah Indonesia menjadi makna politis sebagai
wujud identitas suatu bangsa yang telah bangkit dari cengkraman
kolonialisme belanda yang mencapai kemerdekaannya, maka pemerintahan
kolonialisme belanda selalu menaruh curiga dan mewaspadai istilah
“Indonesia” itu.
Orang Indonesia yang pertama kali
menggunakan nama “Indonesia” adalah Ki Hajar Dewantara (Suwardi
Suryaningrat) pada waktu Beliau di buang di negeri Belanda tahun 1913.
Ketika di negeri Belanda, Beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama
“INDONESISCHE PERS_BUREAU”. Sehingga di Rotterdam (Belanda) nama
Indonesia semakin populer digunakan oleh kalangan para mahasiswa dan
para ilmuwan.
Seorang mahasiswa sekolah tinggi ekonomi
(Handels hooge school), yang bernama Moch. Hatta mengusulkan agar
organisasinya para mahasiswa Hindia Belanda yang belajar di negeri
Belanda untuk diubah yang semula bernama INDISCHE VEREENIGING yang
didirikan pada tahun 1908, menjadi INDONESISCHE VEREENIGING (perhimpunan
Indonesia). Begitu pula majalahnya mahasiswa Hindia Belanda semula
bernama “HINDIA POETRA” diganti dengan nama “INDONESIA MERDEKA”. Alasan
Moch. Hatta berinisiatif mengganti nama organisasi dan majalah dengan
istilah Indonesia termuat dalam majalah Indonesia Merdeka. Bung Hatta
menegaskan “……bahwa Indonesia merdeka yang akan datang mustahil disebut
Hindia Belanda juga tidak Hindia saja. Sebab dapat menumbuhkan
kekeliruan dengan India yang asli bagi kami nama Indonesia menyatakan
suatu tujuan politik karena melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah
Air di masa depan, dan untuk mewujudkanya tiap orang Indonesia akan
beusaha dengan segala tenaga dan kemampunya di dalam negeri.”
Di dalam negeri berbagai organisasi pun
muncul dengan sebutan Indonesia. Tercatat tiga organisasi yang pertama
kali menamakan organisasinya dengan memakai sebutan “INDONESIA” .
- Organisasi Indonesische Studie Club tahun 1924 didirikan oleh Dr. Soetomo
- Organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1924
- Organisasi INDONESISCHE PANVINDERIJ (NATIPIJ) tahun 1924, Organisasi kepanduan Nasional yang didirikan oleh Jong Islami Ten Bond.
Penetapan Nama Indonesia
Sebutan INDONESIA semakin populer di
dalam negeri dalam berbagai gerakan-gerakan yang dipimpin oleh
tokoh-tokoh Nasional setelah nama “INDONESIA” dinobatkan sebagai nama
Tanah Air, Bangsa dan Bahasa pada “kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia”
pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian disebut “SOEMPAH PEMOEDA”.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang
anggota Volksraad (Dewan Rakyat; Parlemen Hindia Belanda) Muhammad Husni
Thamrin, Wiwoho Purbohadidjodjo, dan Sutardjo Karto Hadi Kusumo,
mengajukan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda agar nama “Indonesia”
diresmikan sebagai pengganti nama “NEDERLANDSCH-INDIE” (Hindia Belanda)
tetapi Belanda menolak mosi ini. Segala usaha terus dilakukan untuk
mengganti didalam perundang-undangan sebutan “NEDERLANDSCH-INDIE” dengan
INDONESIA; dan INBOORLING, INLANDER, INHEEIMSCHE dengan INDONESIER
tetapi selalu mengalami kegagalan, dimana pihak koloni Belanda selalu
mendasarkan keberatannya atas dasar pertimbangan “Juridis”. Nama
Indonesiers hanya boleh dipakai secara resmi dalam surat menyurat saja
(Surat Edaran 10 Oktober 1940).
Sebutan “Hindia Belanda” lenyap ketika
bala tentara Jepang menduduki Tanah Air Kita pada tanggal 8 Maret 1942
dan berganti sebutan “TO-INDO” (India Timur). Tidak lama bala tentara
Jepang menduduki Tanah Air kita, tentara sekutu menghancurkan kekuasaan
Jepang. Lalu pada tanggal 17 agustus 1945 muncul lebih kuat dengan
dicantumkannya dalam proklamasi bangsa Indonesia, dan pada tanggal 18
Agustus 1945, berdirilah Negara Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar